• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
21 Jul

Mengenali Penyebab dan Akibat Stockholm Syndrome

by Lydia Kristiani S. Psi

Socconians, pernah mendengar istilah Stockholm syndrome?

Kalau kamu merasa akrab mendengar kata stockholm, memang benar karena sindrom ini dimulai dari sebuah kejadian penyanderaan di dalam bank di kota Stockholm, Swedia. Peristiwa yang terjadi di tahun 1973 ini melibatkan empat orang yang disandera di dalam sebuah bank selama enam hari. Anehnya, mereka justru menjadi dekat dengan sang penjahat. Meskipun diancam akan dianiaya, mereka dapat membangun hubungan yang santai dan tidak merasa ketakutan. Kedengarannya aneh, tapi nyata, bukan?

Setelah peristiwa itu terekspos, dunia mulai mengenal istilah Stockholm syndrome yang dikemukakan oleh kriminolog dan psikolog bernama Nils Bejerot. Sindrom ini biasanya muncul pada orang-orang yang pernah mengalami trauma dan menjadi mekanisme pertahanan ketika seseorang berhadapan dengan lawan yang dianggap mengancam. Sang korban akan berusaha melakukan hal-hal yang menyenangkan agar terbebas dari bahaya. Bahkan ketika mendapat perlakuan buruk, korban akan merasa beruntung karena menganggap perilaku itu tidak seburuk yang ia pikirkan. Para pakar sendiri tidak menganggap sindrom ini sebagai gangguan kesehatan mental tapi akibat dari sindrom ini bisa membuat hidup korbannya tidak tenang.

Apa tanda-tanda yang menjadi ciri khas dari Stockholm syndrome? Orang yang mengalami sindrom alias korban ada dalam hubungan yang tidak sehat dengan orang lain. Tidak sehat yang dimaksud, yaitu korban mengalami ancaman atau penyiksaan, namun tidak dapat meninggalkan penyiksanya. Walau diberi kesempatan untuk pergi atau mencari bantuan, hal itu tidak dilakukan. Sering kali, korban justru menaruh simpati karena menganggap penyiksanya sudah berbelas kasihan. Biasanya, Stockholm syndrome muncul karena korban merasa tidak berdaya dan pelaku pernah memberi bantuan atau melakukan hal-hal yang disukai korbannya.

Mungkin kamu pernah mengetahui atau justru mengalami situasi yang serupa dengan narasi di atas. Contoh kasus Stockholm syndrome yang mudah dijumpai adalah hubungan dalam berpacaran atau pernikahan yang diwarnai kekerasan. Korban tidak mudah meninggalkan pasangannya meskipun hidupnya penuh bahaya.

Untuk menangani Stockholm syndrome, korban perlu berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater agar bisa memperoleh terapi yang tepat. Pasalnya, sindrom ini bisa berhubungan dengan depresi dan trauma yang perlu disembuhkan.

Socconians, bila kamu sendiri merasa terjebak dalam hubungan yang buruk, maka tidak ada salahnya untuk melakukan evaluasi. Apakah hubungan tersebut membuat kesehatan mentalmu menjadi tidak baik? Jika ya, maka kamu dapat berkonsultasi pada mentor atau konselor yang berpengalaman. Hubungan yang sehat akan lebih baik bagi semua orang, bukan?

Untuk referensi mengenai berbagai topik tentang psikologi, ikuti terus artikel-artikel menarik lainnya di Social Connect, ya!

Referensi

Nama Penulis : Lydia Kristiani S. Psi

Editor Tata Bahasa : Sevilla Nouval Evanda

Sumber Tulisan :

  1. Klein, Christopher. (2019). "Stockholm Syndrome: The True Story of Hostages Loyal to Their Captor". Diakses dari laman web https://www.history.com/news/stockholm-syndrome pada tanggal 24 Maret 2022.
  2. Eske, Jamie. (2020). "What is Stockholm Syndrome? ". Diakses dari laman web https://www.medicalnewstoday.com/articles/stockholm-syndrome pada tanggal 24 Maret 2022.
  3. Anindyaputri, Irene. (2021). "Stockholm Syndrome: Ketika Sandera Justru Bersimpati Pada Penculiknya". Diakses dari laman web https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/stockholm-syndrome-adalah-sindrom-stockholm/ pada tanggal 24 Maret 2022.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2023 All rights reserved.