• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
19 Nov

Mengenal Fenomena Self-Injury pada Remaja

by Rahayu Dwi Astuti, S.Psi

Hai, Socconians, apakah kalian pernah mendengar istilah self-injury?.

Isu mengenai self-injury sendiri belum banyak dibicarakan, khususnya di Indonesia. Beberapa orang beranggapan bahwa self-injury merupakan hal yang tabu untuk diceritakan dan dibicarakan. Sering muncul anggapan bahwa self-injury merupakan aksi yang menakutkan, hanya untuk mencari perhatian, atau kurangnya rasa syukur atas hidup yang telah diberikan. Padahal, nyatanya, perilaku self-injury merupakan perilaku berisiko yang perlu diberikan perhatian khusus, karena memiliki kaitan yang erat juga dengan kondisi kesehatan mental seseorang. Pada artikel ini, Social Connect akan membahas mengenai self-injury.

Apa itu self-injury?

Dalam bahasa Indonesia, self-injury dapat diartikan sebagai perilaku menyakiti atau melukai diri sendiri. Seorang ahli dalam bidang psikologi, Matthew K. Nock, menjelaskan bahwa self-injury merupakan perilaku yang dilakukan seseorang secara sengaja untuk melukai atau merusak bagian tubuhnya sendiri. Perilaku ini dilakukan seseorang tanpa adanya niat untuk bunuh diri.

Dalam buku pedoman diagnosis gangguan psikiatris atau DSM edisi V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V), perilaku menyakiti diri sendiri juga disebut sebagai Non-Suicidal Self-Injury (NSSI). Perilaku self-injury merupakan perilaku yang secara sadar dan disengaja dilakukan seseorang agar menimbulkan cedera atau berpotensi untuk menimbulkan luka pada dirinya sendiri. Selain itu, ada juga beberapa hal yang tidak termasuk dalam self-injury. Misalnya, pembuatan tato dan tindik yang dinggap sebagai ekspresi individualitas dan kreativitas, atau bentuk-bentuk cedera diri lain yang diterima secara sosial dan budaya seperti ritual adat.

Ciri-ciri umum self-injury.

Dalam buku pedoman diagnosis psikiatris (DSM V) dijelaskan ciri-ciri dari self-injury ini, di antaranya:

1. Seseorang secara sengaja menyakiti diri sendiri yang dapat menimbulkan luka seperti pendarahan, memar, atau sakit; dengan harapan bahwa cedera yang dialami hanya akan menyebabkan kerusakan fisik ringan atau sedang (tidak ada niat untuk bunuh diri). Perilaku menyakiti diri sendiri dilakukan selama 5 hari atau lebih dalam satu tahun terakhir. Contoh perilaku self-injury : menyayat (cutting), membakar, menusuk, memukul, atau menggosok bagian tubuh secara berlebihan hingga menimbulkan luka.

2. Seseorang yang melakukan self-injury memiliki satu atau lebih dari harapan berikut:

- Menyakiti diri sendiri untuk mendapatkan kelegaan dari perasaan dan/atau emosi negatif.

- Menyakiti diri sendiri untuk mengatasi kesulitan atau masalah dengan orang lain.

- Melakukan self-injury untuk merasakan keadaan emosi atau perasaan yang positif.

3. Perilaku self-injury yang dilakukan seseorang berkaitan dengan satu atau lebih dari hal berikut:

- Mengalami masalah interpersonal atau perasaan atau pikiran negatif (depresi, kegelisahan, stres, kritik diri, atau kemarahan) yang terjadi sebelum melakukan self-injury.

- Merasakan kenikmatan atau keasyikan ketika melakukan self-injury yang sulit untuk dikelola.

- Pemikiran tentang perilaku self-injury secara terus-menerus.

4. Perilaku yang disetujui secara sosial (seperti tindik, tato, maupun ritual adat) atau perilaku menyakiti diri yang kecil seperti menggigit kuku tidak termasuk dalam perilaku self-injury.

5. Perilaku self-injury yang dilakukan seseorang atau konsekuensi dari perilaku ini (seperti bekas luka atau keinginan untuk melakukannya lagi) dapat menimbulkan tekanan atau stres yang berat dan dapat mengganggu kegiatan seseorang (misalnya dapat mengganggu hubungan dengan orang lain, prestasi akademik, atau fungsi penting lainnya).

6. Perilaku ini dilakukan secara sadar dan dengan sengaja, bukan karena gangguan psikiatrik lain, keracunan zat berbahaya, atau efek penarikan obat.

Apa yang Perlu diperhatikan ?

Socconians, perilaku self-injury tidak bisa kita anggap remeh. Kita tidak bisa terus menutup mata dan telinga. Kenapa begitu? Apakah self-injury banyak terjadi?

self-injury paling banyak terjadi pada usia remaja dan dewasa awal. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa 15% dari kelompok remaja dan 20% pada kelompok dewasa awal pernah melakukan self-injury selama hidupnya. Sebagian besar orang, pertama kali melukai dirinya sendiri ketika berusia 12 hingga 15 tahun. Sedangkan puncak munculnya perilaku self-injury pada tahap kedua terjadi ketika seseorang memasuki usia 20 tahun. DI Indonesia sendiri, terdapat penelitian pada tahun 2012 yang menunjukkan 119 dari 314 mahasiswa pernah melukai diri mereka sendiri dengan sengaja.

Masa remaja dan dewasa awal merupakan masa ketika seseorang mengalami banyak perubahan, tantangan, dan tuntutan. Sebagian orang mampu menghadapinya dengan baik, tetapi sebagian lainnya memendam luka dan berjalan terseok-seok. Penting untuk selalu menjaga kesehatan fisik dan juga mental agar bisa melalui kehidupan dengan baik.

Referensi

Penulis : Rahayu Dwi Astuti, S.Psi

Editor Tata Bahasa : Triani Apriliansyah

Sumber Tulisan :

  1. American Psychiatric Association.(2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Arington: American Psychiatric Publishing.
  2. International Society For The Study of Self-Injury. (2018). “About Self-Injury”. Diakses dari laman web https://itriples.org/about-self-injury/what-is-self-injury pada tanggal 27 Agustus 2021.
  3. Klonsky, E. D., Victor, S. E., & Saffer, B. Y. Non-suicidal Self-Injury : What We Know, and What We Need to Know. The Canadian Journal of Psychiatry. 2014; 565-568.
  4. Nock, M. K. Self-Injury. The Annual Review of Clinical Psychology. 2010: 339-363
  5. Tresno, F., Ito, Y., & Mearns, J. Self-Injurious Behavior and Suicidal Attempt Among Indonesian College Students. Death Studies. 2012: 627-639.

Artikel Lainnya!

06 Apr

Benarkah YOLO = Bahagia yang  Sesungguhnya?

by Lydia Kristiani S. Psi

Setiap orang punya hobi atau kegemaran akan sesuatu yang berbeda-beda. Bisa jadi berbelanja atau berwisata. Ketika orang tersebut tenggelam dalam kesenangannya, kerap terucap slogan, "You only live once!"  alias YOLO. Gaya hidup dengan patokan YOLO makin mudah dijumpai saat ini. Sesungguhnya,  YOLO mempunyai hubungan dengan kesehatan mental lho!

Read More
04 Apr

13 Cara untuk Menjadi Lebih Bahagia

by Anita Djie, S.Psi

Halo, Socconians!

Ketika menghadapi banyak masalah atau merasa suntuk dengan kehidupan sehari-hari, sangat wajar apabila kalian merasa sedih atau tidak bersemangat. Tapi, jangan berlarut dalam kesedihan, yuk! Jika emosi negatif tersebut tidak ditangani dengan baik, kesehatan mental kalian juga dapat terdampak.

Read More
21 Mar

Cara Meningkatkan Kualitas Hidup di Masa Pandemi

by Nadiah Cahyani, S.Psi.

Hi, Socconians

Kali ini, Social connect akan membagikan beberapa cara untuk meningkatkan kualitas hidup di masa pandemi, lho. Kira-kira apa sajakah itu?

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2022 All rights reserved.