• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
07 Mar

5 Pengaruh Cyberbullying Terhadap Kesehatan Mental

by Kresentia Aretha Tjahjadi, B.A, M.M

Halo, Socconians!

Pasti kalian sudah familiar, kan, dengan kata “cyberbullying”?

Cyberbullying (perundungan dunia maya) adalah bentuk perilaku negatif atau agresif yang dilakukan oleh seseorang kepada individu atau kelompok lain menggunakan perangkat teknologi digital, seperti ponsel, laptop, dan komputer. Hal ini dapat terjadi di media sosial, aplikasi chatting, atau platform game.

Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI), sejak 2011 hingga 2019, terdapat 37.381 aduan mengenai kasus perundungan di media sosial. Dengan adanya pandemi COVID-19, aksi ini dilaporkan semakin melejit karena banyaknya masyarakat yang mengakses internet dan media sosial setiap harinya.

Ada beberapa bentuk cyberbullying yang sering ditemui, di antaranya

  • Trickery (menyalahgunakan kepercayaan korban dengan mengunggah rahasia-rahasia korban ke ranah digital);
  • Dissing (pengiriman teks, foto, atau format lain yang telah di-edit dengan tujuan merusak reputasi korban);
  • Outing (mempermalukan korban di muka umum, seperti di forum diskusi, grup obrolan, atau dikirimkan kepada korban secara langsung);
  • Cyberstalking (penguntitan aktivitas online korban, biasanya melalui media sosial atau email); dan
  • Fraping (mengakses media sosial koran secara ilegal dan mengunggah konten yang tidak pantas seolah-olah korban sendiri yang mengunggahnya).


    Menurut para psikolog, apabila aksi tersebut dilakukan secara terus-menerus, kesehatan mental korban dapat terdampak secara negatif.

    Setidaknya ada lima pengaruh negatif cyberbullying yang perlu Socconians ketahui.

      1. Meningkatkan resiko gangguan afektif

      Gangguan afektif atau biasa disebut dengan affective disorders atau mood disorders, adalah sekelompok gangguan suasana perasaan yang dialami seseorang. Dua tipe yang paling umum ditemukan adalah depresi dan bipolar disorder. Dilansir dari studi yang dilakukan oleh Raskauskas dan Stoltz (2007), ditemukan bahwa 93% dari para remaja yang mengalami cyberbullying melaporkan perasaan sedih, putus asa, dan ketidakberdayaan. Ketiga perasaan tersebut tergolong gejala depresi.

      Menurut Nancy Willard, pengarang buku Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of Online Social Aggression, cyberbullying dinilai lebih berbahaya dari bullying yang dilakukan secara fisik. Hal itu disebabkan oleh ketidakmampuan korban dalam menghindari aksi perundungan tersebut karena anonimitas pelaku cyberbullying. Maka dari itu, para korban merasa terancam oleh banyak pihak.

        2. Meningkatkan resiko bunuh diri

        Beberapa peneliti telah menginvestigasi hubungan antara cyberbullying dan perilaku bunuh diri di kalangan remaja dan milenial. Dilansir dari studi oleh Hinduja dan Patchin (2009), ditemukan bahwa korban dan pelaku cyberbullying lebih sering memikirkan dan melakukan aksi bunuh diri dibanding individu yang tidak pernah terlibat dalam cyberbullying. Hal ini juga didukung oleh studi lain yang mengatakan bahwa kecenderungan bunuh diri ini dapat diperkuat oleh penggunaan obat-obatan terlarang. Konsumsi obat-obat terlarang dilakukan oleh para korban untuk menghilangkan rasa sakit fisik dan mental akibat aksi bullying yang mereka alami.

        3. Menurunkan tingkat kepercayaan diri

        Cyberbullying kerap kali membidik aspek yang membuat korbannya merasa paling rentan. Contohnya, apabila seseorang merasa insecure terhadap berat badannya, kemungkinan besar aksi perundungan yang mereka alami adalah seputar berat badan.

        Akibatnya, tingkat kepercayaan diri seseorang pun dapat ikut terganggu. Para korban mungkin semakin merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri dan akhirnya, mereka mulai meragukan jati diri.

        Para peneliti mengatakan bahwa para generasi muda memiliki keinginan kuat untuk diterima di masyarakat, terutama di antara teman-temannya. Oleh karena itu, cyberbullying juga dapat menyebabkan mereka kesulitan untuk melakukan penyesuaian ke lingkungan sekitar dan menurunkan tingkat kesejahteraan.

          4. Meningkatkan resiko eating disorders

          Menurut beberapa studi, salah satu dampak psikologis dari cyberbullying adalah gangguan pola makan yang ekstrim, seperti sering absen makan atau makan secara terus-menerus. Karena para korban merasa kehidupan mereka tidak dapat dikendalikan saat mengalami cyberbullying, mereka fokus pada pola makan sebagai suatu hal yang dapat mereka kontrol. Hal ini pun akhirnya berujung pada eating disorder, seperti anorexia nervosa atau binge eating disorder, terutama ketika aksi perundungan menyasar berat badan atau penampilan fisik seseorang.

            5. Memperburuk pencapaian akademis

            Beberapa studi mengatakan bahwa apabila seorang murid mengalami cyberbullying, mereka seringkali mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi saat belajar dan beraktivitas di sekolah. Dilansir dari penelitian mengenai efek bullying terhadap pencapaian akademis, ditemukan bahwa 62% dari murid-murid yang menjadi korban cyberbullying tidak mengerjakan tugas sekolah dan 5% dari mereka melaporkan keinginan untuk bunuh diri. Karena cyberbullying dapat menyebabkan amarah dan depresi, banyak korban mengalami penurunan nilai akibat dari kesehatan mental mereka yang terganggu.

            Nah, itu dia lima dampak cyberbullying terhadap kesehatan mental yang harus kita ketahui. Oleh sebab itu, yuk, gunakan media sosial dengan bijak!

            Jangan lupa untuk terus kunjungi Social Connect untuk mendapatkan informasi menarik dan terbaru seputar kesehatan mental, ya!

            Referensi

            Penulis: Kresentia Aretha Tjahjadi, B.A, M.M

            Editor Tata Bahasa: Yohanna Valerie Immanuella

            Sumber Tulisan: 

            1. Daddy, S. (2017, Agustus 18). Kenali dan Waspada, 10 Jenis Cyberbullying. CNNIndonesia.com. https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20170816155754-445-235199/kenali-dan-waspada-10-jenis-cyberbullying
            2. Hinduja, S & Patchin, JW. (2010). Bullying, Cyberbullying, and Suicide. Archive of Suicide Research, 14 (3), 206-21.
            3. Hureva, T. (2012) School bullies and education in Botswana’, Impact on other Students and Academic Performance. Academic Research International, 2(1), 16–27.
            4. Marco, JH & Tormo-Irun, MP. Cyber victimization is associated with eating disorder psychopathology in adolescents. Frontiers in Psychology, 9, 987.
            5. Nixon, CL. Current perspectives: the impact of cyberbullying on adolescent health. Adolescent Health, Medicine, and Therapeutics, 5, 143-158.
            6. Raskauskas, J. & Stoltz, AD. Involvement in traditional and electronic bullying among adolescents. Developmental Psychology, 43, 564-575.
            7. The Jakarta Post. (2019). “Half of all netizens in Indonesia victims of cyberbullying: Study”. https://www.thejakartapost.com/life/2019/05/16/half-of-all-netizens-in-indonesia-victims-of-cyberbullying-study.html
            8. UNICEF. (2020). “Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya?”. https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying

            Artikel Lainnya!

            14 Aug

            4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

            by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

            Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

            Read More
            12 Aug

            Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

            by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

            Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

            Read More
            10 Aug

            Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

            by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

            Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

            Read More

            Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

            © Social Connect 2019-2025 All rights reserved.