• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
17 Nov

Cyberchondria: Keseringan Mengunjungi Dokter Google

by Achmad Sholeh, S.Psi

Cyberchondria: Keseringan Mengunjungi Dokter Google

Internet memang memberikan banyak sekali manfaat, mulai dari komunikasi yang cepat, sumber hiburan, hingga akses ke berbagai informasi yang sangat mudah. Pada hari ini, internet telah menjadi kebutuhan bagi setiap individu dan hampir tidak terpisahkan. Bahkan, internet telah lebih dari dua dekade menjadi topik populer bagi para peneliti di bidang psikologi, khususnya pada bidang klinis.

Seiring dengan itu, semakin banyak pula orang yang beralih ke internet untuk mencari informasi mengenai kesehatan. Internet menjadi media pertama yang digunakan oleh orang-orang untuk melakukan validasi terhadap gejala atau penyakit yang dideritanya. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Tren mencari informasi medis secara online dapat dimengerti karena memiliki beberapa keuntungan, mulai dari akses yang mudah, biaya yang rendah, hingga anonimitas yang ditawarkan.

Berdasarkan survei yang dilakukan, 35% orang dewasa di Amerika melakukan pengecekan gejala medis secara online. Kemudian, Internet access–households and individuals, Great Britain: 2020 melaporkan, sebanyak 60% orang dewasa di United Kingdom juga rutin mencari informasi terkait kesehatan secara online. Lalu, hasil survei dari Community survey on ICT usage in households and by individuals 2021 melaporkan bahwa di Eropa, ada 55% remaja sampai lansia dengan rentang usia 16–74 tahun yang turut terlibat dalam pencarian informasi kesehatan secara online. Di Indonesia, pada 2020, persentase pencarian informasi kesehatan secara online terbanyak berada pada rentang 16 – 24 tahun, yaitu 49,5%. Untuk pendidikan terakhir perguruan tinggi sebanyak 67,4% dan jenis pekerjaan informal sebanyak 50,7%.

Internet memang menjadi wadah yang paling mudah untuk melakukan promosi dan kampanye kesehatan. Terlebih lagi, ramainya ajang ini seperti melalui media dan jejaring sosial (Twitter, Instagram, web, dll) membuat masyarakat dengan mudah mencari berbagai informasi mengenai kesehatan, meskipun kredibilitasnya belum diketahui. Perlu dipahami, tidak semua informasi mengenai kesehatan di internet tervalidasi oleh profesional, sehingga masyarakat perlu sangat berhati-hati dalam memilah informasi yang ada dan lebih dianjurkan untuk mengunjungi dokter secara langsung.

Ketika seseorang terpaku dengan gejala suatu penyakit yang ada di internet, ia akan mencoba mendiagnosisnya sendiri. Kita tahu bahwa self-diagnose tersebut merupakan proses yang masih mentah dan sering kali didasarkan pada informasi yang ambigu dan bertentangan. Besar kemungkinannya mengalami bias dan berpotensi mengancam nyawa. Melakukan diagnosis sendiri tanpa menemui profesional sangatlah berbahaya. Sebab, risiko mengalami kesalahan dalam mengartikan penyakit yang tengah di alami serta kesalahan dalam melakukan self-treatment sangatlah besar. Padahal, rata-rata, semua penyakit akan muncul dengan gejala awal yang hampir sama. Jadi, internet bukan alat untuk menegakkan diagnosis.

Penelitian telah mengkonfirmasi bahwa terjadi peningkatan kecemasan terkait kesehatan sekitar 38% pada orang-orang yang gemar mencari informasi tentang gejala penyakit di Internet. Hal tersebut juga dijelaskan dapat memperburuk kecemasan kesehatan yang sebelumnya sudah dialami, serta menyebabkan ketakutan dan kekhawatiran pada gejala-gejala yang dirasakan sampai mengarah pada kecemasan patologis. Kecemasan mengenai kesehatan diri akibat pencarian informasi di Google tersebut saat ini dikenal dengan istilah cyberchondria.

Cyberchondria berasal dari kata cyber yang berkaitan dengan komputer, jaringan, atau internet dan hypochondria. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-V istilah hypochondria telah berubah menjadi Somatic Symptom Disorder (SSD) dan Illness Anxiety Disorder (IAD), yakni suatu masalah kejiwaan yang ditandai dengan keyakinan menetap bahwa di dalam tubuhnya ada masalah, sekalipun sudah diberi tahu oleh dokter bahwa ia tidak mengidap penyakit serius. Oleh karena itu, secara umum, cyberchondria merupakan variasi dari hipokondria atau hipokondria versi digital. Istilah cyberchondria merujuk pada meningkatnya kecemasan individu tentang status kesehatannya akibat pencarian informasi mengenai kesehatan secara online yang berlebihan.

Saat ini, cyberchondria secara eksplisit memang belum termasuk ke dalam kategori gangguan kejiwaan pada DSM-V. Namun, cyberchondria sangat erat dengan gangguan kecemasan akan kesehatan atau gangguan hipokondria. Sejauh ini, memang telah ada individu yang mengalami masalah cyberchondria, khususnya mereka yang sudah terlebih dadulu terdiagnosis gangguan kecemasan kesehatan. Kemudian, dalam penanganannya, para peneliti dan profesional telah menggunakan cognitive behavioral therapy for anxiety (CBT) sebagai treatment.

Adapun beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghindari cyberchondria, yaitu:

  1.  Membatasi waktu penggunaan internet untuk mencari informasi tentang penyakit.
  2. Hindari melakukan diagnosis sendiri.
  3. Segera konsultasi ke dokter/psikolog ahli jika mengalami rasa cemas akibat kondisi kesehatan yang berlebihan.
  4. Cobalah untuk mencari penyebab kecemasan yang ada.

It is critical that people stop self labelling with depression, anxiety, etc unless they have been formally diagnosed. If you suspect a concern, seek a therapist and let them check you. Relatable internet signs might make you feel “seen” but they won’t cure you. — Basicallybrain

Referensi

Penulis: Achmad Sholeh, S.Psi

Editor Tata Bahasa: Sevilla Nouval Evanda

Sumber Tulisan:

  1. Community survey on ICT usage in households and by individuals. (2021). One in two EU citizens look for health information online. Eurostate. https://ec.europa.eu/eurostat/web/products-eurostat-news/-/edn-20210406-1
  2. Kircaburun, K., & Griffiths, M. D. (2018). Instagram addiction and the Big Five of personality: The mediating role of self-liking. Journal of Behavioral Addictions, 1–13. https://doi.org/10.1556/2006.7.2018.15
  3. Marino, C., Fergus, T. A., Vieno, A., Bottesi, G., Ghisi, M., & Spada, M. M. (2020). Testing the Italian version of the cyberchondria severity scale and a metacognitive model of cyberchondria. Clinical Psychology & Psychotherapy, 27(4), 581–596. https://doi.org/10.1002/cpp.2444
  4. McElroy, E., Kearney, M., Touhey, J., Evans, J., Cooke, Y., & Shevlin, M. (2019). The CSS-12: Development and validation of a Short-form version of the cyberchondria severity scale. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 22(5), 330–335. https://doi.org/10.1089/cyber.2018.0624
  5. McElroy, E., & Shevlin, M. (2014). The development and initial validation of the cyberchondria severity scale (CSS). Journal of Anxiety Disorders, 28(2), 259–265. https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2013.12.007
  6. Newby, J. M., & McElroy, E. (2020). The impact of internet-delivered cognitive behavioural therapy for health anxiety on cyberchondria. Journal of Anxiety Disorders, 69, 102150. https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2019.102150
  7. Powell, J., Inglis, N., Ronnie, J., & Large, S. (2011). The characteristics and motivations of online health information seekers: Cross-Sectional survey and qualitative interview study. Journal of Medical Internet Research, 13(1), e20. https://doi.org/10.2196/jmir.1600
  8. Prescott, C. (2020). Internet access – households and individuals, Great Britain: 2020. Office for National Statistics. https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/householdcharacteristics/homeinternetandsocialmediausage/datasets/internetaccesshouseholdsandindividualsreferencetables
  9. Starcevic, V. (2017). Cyberchondria: Challenges of problematic online searches for health-related information. Psychotherapy and Psychosomatics, 86(3), 129–133. https://doi.org/10.1159/000465525
  10. Starcevic, V., & Berle, D. (2013). Cyberchondria: towards a better understanding of excessive health-related Internet use. Expert Review of Neurotherapeutics, 13(2), 205–213. https://doi.org/10.1586/ern.12.162
  11. Wahyuni, A., Semiarty, R., & Machmud, R. (2020). Analisis peningkatan pencarian informasi kesehatan online dan ehealth literacy masyarakat di Kota Padang (Studi kasus: Pandemi covid-19). Prosiding Forum Ilmiah Tahunan IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), 1–14.
  12. White, R. W., & Horvitz, E. (2009). Cyberchondria. ACM Transactions on Information Systems, 27(4), 1–37. https://doi.org/10.1145/1629096.1629101
  13. Zheng, H., Sin, S.-C. J., Kim, H. K., & Theng, Y.-L. (2020). Cyberchondria: A systematic review. Internet Research, 31(2), 677–698. https://doi.org/10.1108/INTR-03-2020-0148
  14. Zheng, H., & Tandoc, E. C. (2020). Calling dr. Internet: Analyzing news coverage of cyberchondria. Journalism Practice, 1–17. https://doi.org/10.1080/17512786.2020.1824586

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.