• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
08 Mar

Cyberchondria, Pentingnya Psikolog di Era Serba Digital

by Ismail Alviano, S.Psi.

Hallo, Socconians!

Internet berkembang semakin cepat dan ponsel genggam terasa seperti perpustakaan umum. Internet ditemukan pertama kali pada tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan tujuan pengamanan data militer. Selanjutnya, internet masuk ke Indonesia pada 1990-an, bukan lagi sebagai alat militer, tetapi fasilitas publik. Hari ini, hampir setiap orang di seluruh dunia menggunakan internet sebagai kebutuhan primer dan sarana informasi.

Pesatnya perkembangan teknologi menjadikan internet sebagai sumber informasi dalam setiap permasalahan individu, termasuk kesehatan (Masruuroh, 2020; Ivanova & Karabeliova, 2014). Socconians tahu, tidak? Internet pada beberapa kasus sangat berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. Dalam ilmu psikologi, kita mengenal cyberchondria sebagai salah satu gangguan psikologis yang bersumber dari internet.

Apa itu Cyberchondria?

Cyberchondria digambarkan sebagai variasi dari hypochondria yang berkaitan dengan internet atau komputer (Babiak & Olchowska-Kotala, 2019). Dalam buku DSM-5, istilah hypochondria diubah menjadi Somatic Symptom Disorder (SSD) dan Illness Anxiety Disorder (IAD) yang artinya adalah masalah kejiwaan yang ditandai dengan keyakinan tetap dalam diri seseorang bahwa terdapat masalah di tubuhnya, meskipun sudah diberi tahu oleh seorang ahli bahwa tidak ada penyakit serius apa pun dalam dirinya.

Cyberchondria merupakan aktivitas mencari informasi melalui internet secara berulang dan berkelanjutan untuk mendapatkan informasi gangguan kesehatan yang beresiko menimbulkan kecemasan. Seorang yang mengalami cyberchondria akan mendiagnosis dirinya secara mandiri dengan informasi dari internet dan tanpa bantuan ahli.

Efek buruk Cyberchondria?

Individu yang mendiagnosis dirinya secara mandiri dan meyakini sepenuhnya hasil pencarian internet tersebut dapat mengakibatkan kecemasan yang berlebihan. Kecemasan berlebih akan menuntun individu untuk terus mencari informasi gejala yang dialami secara berulang-ulang dan terus-menerus (DohertyTorstrick, Walton & Fallon, 2016). Kecemasan yang dialami dapat meningkat melalui siklus buruk dalam upaya pengurangan kecemasan yang gagal (Starcevic & Berle dalam Noor, et al, 2015). Selain itu, cyberchondria dapat menyebabkan tekanan psikologis dan biaya pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.

Cara menghindari Cyberchondria

Meskipun cyberchondria terlihat sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, tentu kita bisa menghindari cyberchondria dengan beberapa cara, lho, Socconians! Beberapa di antaranya:

  1. Tidak mencari informasi gangguan dari gejala yang sedang dialami pada sumber yang tidak kredibel. Internet cenderung memberikan berita menakutkan yang mendorong individu berpikir dirinya sedang sakit parah.
  2. Pergi mengunjungi dokter atau psikolog jika gejala yang dialami merupakan gangguan psikologis.
  3. Tidak melakukan self-diagnose atau mendiagnosis diri sendiri tanpa seseorang yang ahli di bidangnya.
  4. Hindari informasi yang memicu kecemasan, bacalah informasi yang memang dari sumber terpercaya.

Socconians, baca artikel-artikel menyenangkan dari Social Connect dan tetaplah bijak dalam menggunakan internet untuk menghindari cyberchondria, yuk!

Referensi

Penulis : Ismail Alviano, S.Psi.

Editor Tata Bahasa : Hania Latifa

Sumber Tulisan :

  1. Ivanova, E., & Karabeliova, S. Elaborating on Internet Addiction and Cyberchondria-Relationships, Direct and Mediated Effects. Journal of Education Culture and Society 2014. No. 1, 127-144.
  2. Bajcar, B., Babiak, J., & Olchowska-Kotala, A. Cyberchondria and Its Measurement. The Polish Adaptation and Psychometric Properties of the Cyberchondria Severity Scale CSS-PL. Psychiatr. 2019. Vol. 53 No. 1, 49-60
  3. Doherty-Torstrick, E. R., Walton, K. E., & Fallon, B. A. Cyberchondria: Parsing Health Anxiety From Online Behavior. 2016. New York: Elsevier Inc.
  4. Starcevic, V., & Aboujaoude, E. Cyberchondria, Cyberbullying, Cybersuicide, Cybersex: "New" Psychopathologies for the 21st Century? World Psychiatry. 2015. 97-100.
  5. Masruuroh, Aminatun. Pengaruh Self Esteem Terhadap cyberchondria pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang. 2020. UNNES: Skripsi.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.