• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
09 Mar

Empati: Mengapa Memahami Perasaan Orang Lain Dapat Memengaruhi Kesehatan Mental

by Ratu Ifthiharfi, S. Psi

Hi, Socconians!

Pada masa pandemi seperti ini, siapa yang menyangka kalau banyak orang menjadi lebih peduli dengan orang lain? Di balik situasi yang penuh dengan kebingungan, kecemasan, dan rasa was-was akan kesehatan dan keselamatan diri, ada banyak hal yang juga membuat kita justru lebih peduli dengan orang lain, lho.

Banyak kegiatan sosial, seperti campaign dan pembukaan donasi yang dibuka di media sosial saat masa pandemi ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita sedang berempati. Akan tetapi, sebetulnya empati itu apa, sih? Kemudian, apa manfaatnya bagi kesehatan mental, ya? Yuk, kita kenali empati lebih jauh!

Empati, Bukan Simpati

Banyak yang menyebut bahwa empati dan simpati adalah hal yang sama. Namun, ternyata keduanya berbeda. Empati adalah kemampuan seseorang dalam membagi perasaannya dan memahami perasaan orang lain. Empati ditunjukkan tanpa adanya penilaian terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain, sedangkan simpati melibatkan penilaian pribadi. Sebagai contoh, silakan simak ilustrasi berikut ini, ya!

Ani baru saja mendapatkan pengumuman hasil ujian masuk PTN. Setelah mengetahui hasilnya, Ani menangis dan merasa sedih karena hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya walaupun ia telah berjuang habis-habisan. Kemudian, kedua temannya, Bella dan Cita, menghampiri Ani dan mendengarkan apa yang dirasakan oleh Ani. Setelah mendengarkan cerita Ani, Bella menanggapi, “Oh, kasihan juga ya, kamu. Yang sabar ya.” Sementara itu, Cita mengatakan, “Oh, begitu ya ceritanya. Kamu sudah berjuang keras dan merasa sedih ya karena hasilnya tidak sesuai harapanmu?”

Nah, dengan ilustrasi di atas, kira-kira siapa ya yang menggambarkan sikap berempati? Yup! Citalah yang mengambarkan sikap berempati. Ia tidak melakukan penilaian atau judgment terhadap perasaan orang lain dan menerima apa yang dirasakan oleh Ani. Berbeda dengan Bella yang justru bertindak sebaliknya. Bella bersikap simpati terhadap Ani karena perkataannya disertai judgement yang juga didasari oleh rasa kasihan atas apa yang menimpa Ani.

Mengapa Kita Perlu Berempati?

Ketika sedang berada dalam keadaan yang sulit, pernahkah Socconians merasa hanya ingin dimengerti oleh orang lain? Ya, hal tersebut memang keadaan yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Ketika kita berusaha berempati kepada orang lain, kita akan terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada orang sekitar kita. Dengan berbuat kebaikan, hal tersebut juga akan membantu kita dalam membangun relasi yang baik, seperti relasi pada pasangan, teman kerja, maupun keluarga. Ketika relasi yang baik ini dibangun, hal ini akan memengaruhi kesejahteraan psikologis kita. Selain itu, berempati kepada orang lain juga mengurangi tingkat kecemasan dan stres. Dengan kata lain, empati memengaruhi kesehatan mental kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Cara Meningkatkan Empati

Setelah mengetahui pentingnya empati dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menjaga kesehatan mental, yuk tingkatkan empati Socconians! Coba mulai dari hal-hal berikut ini, ya!

  1. Mulai dari memahami perasaan diri sendiri terlebih dahulu. Selain memahami orang lain, salah satu tanda berempati adalah kita dapat memahami perasaan sendiri dan membagikannya kepada orang lain.
  2. Mendengarkan dan hadir secara utuh serta sadar ketika lawan bicaramu sedang bercerita mengenai dirinya. Nggak perlu terburu-buru memikirkan solusi untuk lawan bicaramu sebab kebanyakan orang memang hanya ingin didengarkan secara utuh.
  3. Coba refleksikan perasaannya dengan kata-katamu. Boleh sedikit apresiasi dirinya yang sudah berjuang sejauh ini.
  4. Dapat mengikuti kegiatan-kegiatan sosial atau berkontribusi dalam mengedukasi masyarakat dengan ilmu yang dimiliki, seperti mungkin mengikuti kegiatan yang ada di Social Connect, hihihi.

Nah, begitulah pembahasan mengenai empati. Eits, awalnya memang tak mudah untuk selalu berempati kepada orang lain. Hal ini pasti akan menjadi proses pembelajaran seumur hidup. Oleh sebab itu, nikmati prosesmu dalam berkembang menjadi individu yang lebih baik untuk diri sendiri dan mungkin untuk orang di sekitarmu juga. Sampai jumpa lagi, Socconians!

Referensi

Penulis : Ratu Ifthiharfi, S. Psi

Editor Tata Bahasa : Ika Aulia Andri Saputri

Sumber Tulisan:

  1. Davis, M. H. (2015). Empathy and prosocial behavior. In D. A. Schroeder & W. G. Graziano (Eds.), The Oxford handbook of prosocial behavior (pp. 282–306). Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780195399813.013.026
  2. Jeffrey, D. (2016). Empathy, sympathy and compassion in healthcare: Is there a problem? Is there a difference? Does it matter?. Journal of the Royal Society of Medicine, 109, (12), 446–452. https://doi.org/10.1177/0141076816680120
  3. Jolliffe, D. & Farrington, D. P. (2006). Development and validation of the basic empathy scale. Journal of Adolescence, 29, 589–611. http://dx.doi.org/10.1016/j.adolescence.2005.08.010
  4. van Dalen, J. (2010). In the news! An opinion feelings about students' emotions. Education for health (Abingdon, England), 23(2), 515.
  5. Weisskirch, R. S., Guan, S.-S. A., & Lazarevic, V. (2021). How language brokering relates to empathy and psychological well-being. Journal of Social and Personal Relationships. https://doi.org/10.1177/02654075211020407

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.