• Home
  • Article
  • News
  • Partnership
  • Community
  • Kolaborasi
  • Career
  • Login
13 Oct

Kekuatan Menulis Ekspresi untuk Melepaskan Emosi Negatif Serta Manfaat di Baliknya!

by Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., CMHA

Hai, Socconians!

Kali ini, Social Connect akan membahas salah satu kegiatan lama yang sebenarnya sudah mulai tersingkirkan karena kecanggihan gawai kita, yaitu menulis. Menulis yang dimaksudkan di sini adalah menulis pada sehelai kertas dengan menggunakan alat tulis.

Sebelum menjelaskan tentang menulis ekspresif, Socconians harus tahu fakta menarik dari kegiatan menulis. Fakta menariknya adalah, terdapat lima bagian penting pada otak yang aktif secara bersamaan ketika menuliskan sesuatu. Beberapa bagian otak yang terlibat antara lain (Seifer, 2009):

  1. Cerebral Cortex

    Terdiri dari empat bagian penting yang memiliki tugasnya tersendiri, yaitu:

    • Frontal Lobes: Bagian yang berperan penting dalam proses berpikir yang abstrak
    • Temporal Lobe: Bagian yang berperan untuk menangkap suara
    • Occipital Lobe: Bagian yang berperan penting dalam pengelihatan
    • Parietal Lobe: Bagian yang berperan penting dalam koordinasi lobus lainnya.
  2. Limbic Area (Bagian otak yang berfungsi dalam mengatur emosi).

  3. Basal Ganglia (Bagian otak yang mengontrol gerakan tubuh).

  4. Cerebellum (Bagian otak yang menjaga keseimbangan serta membantu proses belajar atau mengingat kemampuan motorik).

  5. Spinal Cord (Berfungsi untuk menyediakan koneksi antara otak dan syaraf tepi, mengarahkan gerakan refleks tubuh).

Tidak mengherankan, jika Wilhelm Preyer (dalam Karohs, 2014), seorang fisiologis asal Jerman, menyatakan bahwa handwriting is brainwriting (tulisan tangan adalah tulisan otak). Ungkapan ini diklaim beliau dikarenakan otak merupakan bagian dasar fisik yang mengatur mekanisme bahasa lisan dan tulisan.

Pada tahun 1997, James W. Pennebaker mencetuskan sebuah teknik pelepasan emosi negatif menggunakan media menulis, yang saat ini dikenal dengan expressive writing (EW) atau menulis ekspresif. Menurutnya, individu akan terus merasa tertekan bila berusaha menutupi dan menahan emosi, pikiran, serta perilaku yang negatif. Dalam jangka panjang, upaya tersebut akan memengaruhi fungsi imun, kondisi fisik hingga kesehatan mental. Maka dari itu, digunakan media menulis yang membuat individu lebih nyaman dalam menyuarakan emosi negatifnya. (Pennebaker, 2018).

Menurut Lepore & Kliewer (2013), menulis ekspresif merupakan sebuah bentuk terapi ketika individu menuliskan pikiran dan perasaan mereka terkait peristiwa yang menekan hingga traumatis. Kegiatan ini juga memiliki istilah written disclosure (menulis secara terbuka), karena penulis diminta untuk terbuka akan semua informasi, pikiran, dan perasaan pribadi. Berikut beberapa langkah untuk mempraktikkan EW (Evans, 2012):

  1. Carilah tempat yang aman dan tenang untuk melakukan kegiatan ini. Kemudian, sediakan waktu setidaknya 15-20 menit sehari dan lakukan selama empat hari berturut-turut.
  2. Pilihlah sebuah topik yang dianggap sangat penting atau bermuatan emosi negatif untuk dituliskan dalam secarik kertas kosong yang telah disiapkan.
  3. Saatnya menulis! Tidak perlu mengkhawatirkan segala tanda baca, ejaan, hingga susunan kalimat yang akan ditulis. Tuliskan saja semua kata hingga kalimat yang muncul secara spontan di pikiranmu. (Bila merasa “buntu”, gambarlah sebuah garis atau coretan yang bisa mewakili perasaan negatif saat itu. Kamu juga bisa menuliskan kembali kalimat yang telah dituliskan sebelumnya). Intinya, tetaplah menulis sampai waktu habis.
  4. Pastikan topik tersebut berkaitan langsung dengan kamu sebagai penulisnya (bukan menceritakan kisah orang lain) dan hanya dirimu saja yang mengetahui tulisan tersebut. Jaga kerahasiaan tulisan dan jangan disebarluaskan kepada orang lain, kecuali terapis profesional (bila ingin membicarakannya lebih lanjut).
  5. Bila dirimu merasa sangat tertekan pada saat menjalankan aktivitas ini, ada baiknya berhenti. Sangat disarankan untuk mencari pertolongan profesional.
  6. Merasa sedih hingga putus asa setelah menulis ekspresif adalah reaksi yang wajar, terutama pada hari pertama. Biasanya butuh waktu sekitar 1-2 jam agar perasaan negatif tersebut berkurang hingga menghilang.

Banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan melalui kegiatan menulis ekspresif. Berdasarkan laporan beberapa studi literatur, didapati bahwa EW dapat memberikan peningkatan positif pada fungsi fisiologis tubuh dan kesehatan fisik. Lebih lanjut, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi kesejahteraan psikologis serta fungsi kerja atau sosialisasi di lingkungan sekitar. (Lepore & Kliewer, 2013).

Aktifnya otak dalam merespon kegiatan menulis pastinya memiliki efek yang baik bagi kesehatan mental kita. Maka dari itu, mulailah untuk mencurahkan isi hati melalui tulisan tangan. Selain itu, tidak ada salahnya untuk meminta pertolongan profesional seperti psikolog atau psikiater untuk menangani keluhan yang berkaitan dengan kondisi psikologismu.

Referensi

Penulis: Joshua Michael Ahuluheluw, M.Psi., CMHA

Editor Tata Bahasa: Rafi Damalis Rosadi dan Sevilla Nouval Evanda

Sumber Tulisan: 

  1. Evans, J.F. (2012). "Expressive Writing: What's on your mind and in your heart?". Diakses pada tanggal 4 Mei 2021 dari situs web https://psychologytoday.com .
  2. Karohs EM. (2014). Encyclopedia For Handwriting Analysts, Volume Two. California: Self- Published.
  3. Lepore, S.J., and Kliewer, W. (2013). "Expressive Writing and Health". In: Gellman M.D., Turner J.R. (eds) Encyclopedia of Behavioral Medicine. Diakses pada tanggal 4 Mei 2021 dari situs web https://sk.sagepub.com/
  4. Pennebaker, J.W. (2018). "Expressive Writing in Psychological Science". Perspectives on Psychological Science. 13(2). 226–229. Diakses pada tanggal 4 Mei 2021 dari situs web https://journals.sagepub.com/
  5. Seifer, M. (2009). The Definitive Book of Handwriting Analysis: The Complete Guide to Interpreting Personalities, Detecting Forgeries, and Revealing Brain Activity Through the Science of Graphology. Tice Road: The Career Press.

Artikel Lainnya!

14 Aug

4 Cara untuk Meningkatkan Self-Image Kita

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Self-image adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri secara baik atau buruk. Jika kita seringkali membanding-bandingkan diri kita dan membentuk sebuah pemikiran, “Kalau kita tidak sukses (seperti yang lain), kita tidak berharga”. Alhasil, self-image kita akan merosot. Berikut empat cara untuk meningkatkan self-image kita!

Read More
12 Aug

Meningkatkan Kualitas Hubungan: Know Yourself Better

by Michelle Adi Nugraha, S. Psi.

Apakah Socconians sudah mengenali diri kalian lebih baik? Dengan mengenali diri kita sendiri, kita bisa meningkatkan kualitas hubungan kita dengan diri kita sendiri, lho! Selayaknya ketika kita ingin berkenalan dengan orang lain, mengenali diri kita sendiri menggunakan pendekatan yang serupa.

Read More
10 Aug

Mengetahui Lebih Banyak Tentang Toxic Relationship

by Rizka Siti Nur Rachmawati, S.Psi

Socconians pernah dengar apa itu toxic relationship? Saat ini tidak jarang ditemui bahwa apa yang kita anggap tidak sehat belum tentu orang lain juga akan sependapat. Ada beberapa hal dasar yang perlu sama-sama Socconians ketahui tentang tanda-tanda hubungan toxic relationship. Yuk, simak selengkapnya di artikel berikut ini!

Read More

Get to know us at please send email to halo@socialconnect.id

© Social Connect 2019-2025 All rights reserved.