Bandung, 19 Mei 2021- Pandemi COVID-19 membatasi ruang gerak kita karena harus mengisolasi diri dan melakukan kegiatan di rumah. Sayangnya, tak semua orang berhasil beradaptasi dengan perubahan ini. Berada dalam keluarga tak selalu menyenangkan untuk setiap orang. Ada yang merasa keluarganya justru saling menyakiti dan membuat tidak nyaman. Hal ini biasa disebut toxic family atau dalam istilah psikologi disebut dengan dysfungsional family.
Toxic family atau kondisi di mana keluarga tidak memberikan dukungan kepada anggota keluarga lain karena tidak terjalin komunikasi dan interaksi. Toxic family mungkin terjadi antara anak dan orang tua atau kakak-adik. Terjebak dalam toxic family masih terasa nyata saat pandemi seperti sekarang ini, sebab interaksi dan pertemuan terjadi semakin intens di rumah.
Social Connect sebagai komunitas kesehatan mental memiliki perhatian lebih terhadap isu tersebut. Oleh karena itu, pada program Waktu Socconians Bertanya (WSB), Social Connect berusaha untuk meluruskan stigma mengenai toxic family yang berkembang di masyarakat. Acara yang berlangsung pada 27 Maret 2021 ini melibatkan psikolog profesional dari Biro Psikologi Personale, Raissa Hadiman, M. Psi., untuk membedah miskonsepsi terkait perilaku toxic dalam keluarga.
Raissa Hadiman menyampaikan mengenai perbedaan functional family dan dysfunctional family. Selain itu, ia juga menjelaskan apa saja yang bisa dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga untuk menghadapi toxic family. Diskusi mengenai topik ini berlangsung dengan baik melalui Telegram Social Connect. Social Connect Community berpartisipasi aktif melalui sesi tanya jawab.
Social Connect berharap WSB dapat terus menjadi wadah meningkatkan potensi diri bagi Socconians. Menghindari miskonsepsi mengenai toxic family dapat memperbaiki hubungan kita dengan keluarga sehingga kualitas diri juga meningkat.
Tentang Social Connect
Social Connect adalah salah satu komunitas kesehatan mental terbesar di Indonesia yang hadir untuk membangun akses terhadap informasi dan pengetahuan kesehatan mental kepada siapa pun! Mimpi kami sangat sederhana, yakni menciptakan Indonesia yang inklusif, di mana orang-orang bisa bercerita dan berdiskusi tentang kesehatan mental tanpa takut akan stigma dan diskriminasi.
Ditulis oleh Dina Fadillah Salma sebagai Media Relations Analyst di Social Connect. Penulis berada di bawah supervisi tim Media & PR Special Project. Tulisan ini sudah di-review secara bahasa dan kesesuaian dengan konteks informasi oleh Christina Intania sebagai Editor Tata Bahasa di Social Connect. Apabila terdapat kesalahan pengejaan nama, tempat, dan lainnya silakan hubungi kami untuk direvisi.